Pendidikan karakter sudah menjadi wacana yang paling familiar saat
ini, terlebih lagi di abad 20 yang makin canggih dengan sistem teknologinya.
Tetapi dengan adanya kecanggihan teknologi tersebut jika tidak diseimbangi
dengan karakter yang terpatri pada sumber daya manusianya, seakan-akan hal itu
percuma saja
Dalam buku Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global, (2010), Doni Koesoema Albertus menulis, bahwa pendidikan karakter
bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam
pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya.
Yang dimaksud pemahaman disini adalah hanya mengenal teorinya secara gamblang
tanpa mengaplikasikannya secara nyata. Tetapi, Sejak kecil, anak-anak diajarkan
menghafal tentang bagusnya sikap jujur, berani, kerja keras, kebersihan, dan
jahatnya kecurangan. Dan nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas
pengetahuan di atas kertas dan dihafal sebagai bahan yang wajib dipelajari,
karena diduga akan keluar dalam kertas soal ujian.
Pada dasarnya tujuan dari
pendidikan sebagaimana tersurat dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Pasal
3) adalah “Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.”. Oleh karena itu dengan realita saat ini, tujuan diatas
menjadi dasar dinas pendidikan untuk mencanangkan pendidikan karakter.
Pentingnya Pendidikan Karakter..
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence
and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) Dikatakan bahwa ada sederet
faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko
yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada
karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul,
kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Oleh
karena itu dengan adanya pendidikan karakter sebagai sarana pembentukan pribadi
anak , diharapkan dapat mencetak generasi muda yang berbudi lugur dan sesuai
dengan tujuan pendidikan. Lalu bagaimana dengan pendidik itu sendiri?
Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional,
tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa
tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka
berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci
kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa
harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang
dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah
para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan Karena guru
adalah ujung tombak dalam pendidikan, yang berhadapan langsung dengan peserta
didik. Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional,
tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya. Sudahkah
realitanya menggambarkannya seperti itu?
Sudah Cukupkah Dengan Adanya Pendidikan Karakter?
Kemajuan peradaban yang dicapai umat manusia
dewasa ini, sudah tentu tidak terlepas dari peran-peran pendidikannya.
Diraihnya kemajuan ilmu dan teknologi yang dicapai bangsa-bangsa di berbagai
belahan bumi ini, telah merupakan akses produk suatu pendidikan, sekalipun
diketahui bahwa kemajuan yang dicapai dunia pendidikan selalu di bawah kemajuan
yang dicapai dunia industri yang memakai produk lembaga pendidikan. Oleh karena
itu program pendidikan karakter mulai diterapkan pemerintah untuk melatih
karakter generasi muda saat ini. sudah cukupkah dengan adanya semua itu?
BELUM...
Pendidikan karakter itu sendiri memerlukan pembiasaan., bukan hanya sekedar
teori belaka. Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk
berlaku jujur. Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal
ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Tetapi, program pendidikan karakter,
sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Hal ini bukan hanya sebagai
"pekerjaan rumah" bagi guru atau pendidik di Indonesia saja, tetapi
peran keluarga dan masyarakat dapat mempengaruhi keberhasilan progam ini. Oleh
karena itu perlu perlu kerjasama antara guru sebagai pendidik di sekolah
,keluarga sebagai pendidik di rumah, dan anggota masyarakat sebagai pendidik di
lingkungan.Karena peran keluarga sangat vital dalam membentuk karaker seorang
anak. Hal ini mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup bangsa ini, karena
pada hakikatnya peradaban suatu bangsa dibangun oleh pengembangan watak dan
karakter manusia baik dari segi intelektual, spritual dan emosional.
By Erika Hime.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Jejak Anda ^^