Gashab sudah sangat tak
asing lagi dalam kehidupan kita, yaitu gashab adalah salah satu istilah memanfaatkan atau menggunakan hak orang lain
tanpa seijin pemiliknya. Dan ghasab tidak sama dengan mencuri, karena mencuri
dilakukan secara sembunyi sedangkan ghasab dilakukan secara terang-terangan dan
sewenang-wenang. Didalam kehidupan sehari-hari praktik ghosob pun sering kita
temukan dan pelakunya secara percaya diri melakukannya tanpa merasa bersalah
dan terbebani, Padahal kita tak pernah menyangka ternyata perbuatan sekecil itu
dilarang oleh agama, sebagaimana hadis Rasulullah menjelaskan:
“Harta seorang muslim haram dipergunakan oleh muslim
lainnya, tanpa kerelaan hati pemiliknya” (HR.Daruquthni dari Anas bin Malik.)
Lalu apa hubungannya
ghasab dengan korupsi? Coba kita perhatikan baik-baik, bahwa ghasab adalah akar
dari korupsi. Karena ghosob secara tidak langsung mendidik untuk menjadi seorang
penjilat, atau seorang koruptor. Bukankah seorang koruptor mengambil hak orang
lain yang bukan miliknya? Tetapi kebanyakan diantara kita menganggap ghasab
adalah suatu hal yang lumrah dan biasa terjadi, tanpa melihat dampaknya bagi
kita semua. Dan itu sudah menjadi budaya dalam masyarakat kita.
Pada tulisan ini,
penulis sedikit memaparkan sedikit kebudayaan Jepang, yaitu Haji no bunka
(budaya malu), yang mana kebudayaan ini
menjadi suatu pertimbangan penting dalam menata pola kelakuan masyarakat
Jepang. Walaupun di Jepang tidak mengenal istilah ghasab, tetapi mereka menjaga
diri mereka agar tidak mengambil hak orang lain secara sengaja maupun tidak,
hal ini di perkuat dengan data-data penelitian yang menjelaskan Jepang adalah
salah satu Negara yang tingkat kriminalitasnya sedikit, apalagi dalam kasus
korupsi.
Masyarakat Jepang
selalu memelihara rasa malu tersebut dalam diri mereka, dan rasa malu itu tidak
hanya orang dewasa saja yang memilikinya tetapi mereka sudah menanamkannya pada
anak-anak hingga remaja. Mereka malu akan penilaian masyarakat pada umumnya
jika mereka melakukan hal-hal yang tidak baik, dan kita sering mengenalnya
dengan kata-kata “Jaim” (jaga image). Lalu bagaimana dengan kita yang negaranya
bermayoritas muslim tetapi pelaku ghasab itu sendiri adalah bagian dari kita,
tidakkah kita malu pada masyarakat Jepang yang bukan mayoritas muslim?.
Kita juga jangan
meremehkan bahwa perilaku gashab adalah masalah yang sepele, karena dari
masalah sepele inilah akan timbul dampak yang membukit. Berawal dari meminjam
barang tanpa izin yang memiliki, yang kemudian menjadi kebiasaan dengan hal
itu., bertambahlah kejahatannya dengan mencuri hal-hal kecil, lama kelamaan hal
besar hingga akhirnya menjadi ahli tipu,
koruptor kelas kakap, pemakan uang umat. Bagaimana kita memperbaikinya agar
tidak muncul pelaku-pelaku korupsi yang lainnya? Yaitu kita mulai dari diri
kita sendiri dan jangan menunggu orang lain untuk memperbaikinya. Jika
masyarakat Jepang malu terhadap sesamanya apabila melakukan perbuatan yang
tidak baik, maka kita seharusnya kita juga malu kepada sesama dan kepada
pencipta kita yaitu Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Jejak Anda ^^