Ketika membaca
sebuah atikel pada bulan April lalu di koran online yang menjelaskan Mahkamah
Konstitusi (MK) menyatakan sarjana non pendidikan bisa menjadi guru setelah
menolak pengujian pasal 9 UU no 14 tahun 2005. Keputusan itu sangat
menyakiti alumni dan mahasiswa keguruan dan ilmu pendidikan atau lembaga
pendidik tenaga kependidikan (LPTK). Pasal 9 berbunyi “kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat”. Pasal sembilan inilah yang
memunculkan peluang besar bagi alumni berijazah nonkependidikan untuk
“merambah” wilayah kerja alumni berijazah kependidikan .
Dalam
pertimbangannya, mahkamah menyatakan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang juga
sebagai dasar pengujian dalam permohonan pengujian UU Guru dan Dosen menentukan
"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.". Hakim
Mahkamaah Kontitusi Muhammad Alim mengatakan bahwa setiap orang boleh diangkat
menjadi guru, atau pekerjaan apa saja demi kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Karena hal itu berarti
bahwa selain persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, juga perlakuan yang sama di hadapan hukum,".
Pengujian UU
Guru dan Dosen ini dimohonkan oleh tujuh orang mahasiswa dari universitas
berlatar belakang kependidikan, yakni Aris Winarto, Achmad Hawanto, Heryono,
Mulyadi, Angga Damayanto, M Khoirur Rosyid, dan Siswanto. Mereka menilai
telah menimbulkan ketidakadilan bagi sarjana lulusan universitas berlatar
pendidikan untuk dapat berprofesi sebagai guru sebab aturan itu membolehkan sarjana
nonkependidikan untuk diangkat menjadi guru. Sangat
disayangkan dan terasa sangat tidak adil bagi alumni sarjana lembaga pendidikan
tenaga kependidikan karena dengan keputusan tersebut maka lapangan kerja bagi
alumni berijazah sarjana kependidikan akan semakin sempit. Mahkamah Konstitusi
mungkin menyangka bahwa untuk menjadi guru semua orang berijazah strata satu
maupun diploma empat bisa melakukannya.
Tetapi harus dipahami bahwa untuk
menjadi guru profesional diperlukan persiapan sejak menempuh pendidikan di
perguruan tinggi. Guru profesional tidak hanya telah
terferifikasi ataupun telah mendapat pengakuan secara formal maupun informal, pengakuan
ini dinyatakan dengan ijazah, akta, sertifikat dsb. Tetapi mampu melakukan
pekerjaan sesuai dengan keahliannya dan pengabdian diri kepada pihak lain, dan
ini sesuai dengan RUU Guru pasal 1 ayat 4. Pada perguruan tinggi yang berlatar
belakang pendidikan, tentunya telah diajarkan bagaimana cara mengajar dan
mengendalikan peserta didik didalam kelas. Dan itulah yang menjadi perbedaan
yang mendasar antara sarjana pendidikan dengan non-pendidikan, karena selama
ini menempuh pendidikan di perguruan non pendidikan tidak diajarkan cara mengajar
dan mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Dan sarjana pendidikan memang
disiapkan untuk menjadi guru
profesional. Sarjana non-kependidikan mungkin ahli dalam bidangnya, tetapi yang
perlu ditegaskan ia tak mempunyai disiplin ilmu yang dimilik sarjana
pendidikan.
Dan pada saat
sekarang kehidupan seorang guru sudah dipandang dengan kehidupan yang layak
dengan adanya sertifikasi guru atau yang dikenal dengan PLPG. Jika ada yang
mengatakan “ Rezeki sudah Allah yang mengatur jadi tak perlu takut jika kamu
tidak menjadi guru”, seolah-olah kalimat ini menyatakan takut rezekinya seorang
sarjana pendidikan akan diambil oleh sarjana non pendidikan, bukan seperti itu.
Tetapi karena dunia pendidikan yang sudah lama terpuruk akibatnya karena banyak
guru yang tidak menguasai bidangnya, disebabkan banyak orang-orang berlomba
untuk mengikuti tes menjadi guru karena adanya peluang. Sehingga esensi
mengajar ataupun mendidik peserta didik sesuai dengan bidangnya terlupakan.
Guru bukanlah
profesi yang main-main hanya menyampaikan materi yang ada didalam buku, tetapi
bagaimana mentransfer pengetahuan yang ia punya kepada peserta didik. Menurut Fauzil Adhim artikelnya yang berjudul Jangan remehkan
Dakwah Kepada Anak – Anak menyatakan pendidikan bukanlah sekedar belajar
berhitung melainkan juga untuk menyiapkan generasi 30 tahun mendatang yang akan
menggantikan generasi sebelumnya dan semua itu adalah tugas guru. Begitu juga
dengan memperbaiki pendidikan di negara ini diperlukan guru yang memang
menguasai bidangnya dalam hal pendidikan selain menguasai bidangnya yang
tertera didalam ijazah.
Saya sebagai
calon guru yang berlatar belakang pendidikan sangat berharap banyak pemerintah
dapat lebih bijak lagi dalam pembaharuan pendidikan Indonesia, tidak hanya
mensejahterakan rakyat dengan menerima begitu saja sarjana non-pendidikan
menjadi guru, tetapi juga harus mencerdaskan bangsa dengan selektif memilih
guru dengan memasukkan materi dasar tentang ilmu pendidikan dan praktik
mengajar , karena guru profesional yang akan mendidik bangsa ini dengan ilmu
yang memang sudah dipersiapkan sejak dibangku kuliah.
Erika hime~
cuma kasih masukan kak, menurut saya memang sebetulnya yg non kependidikan juga punya hak yang sama untuk merambah ke bidang pendidikan seperti layaknya sarjana kependidikan ekonomi yang bekerja pada dunia perbankan, apakah dia mengambil lapangan kerja sarjana non-kependidikan ekonomi? saya rasa tidak, karena dunia kerja itu dunia persaingan, siapa yang mampu dan cakap dalam bidang tersebut maka dia yang akan memberikan hasil kerja terbaik, jadi tidak menutup kesempaatan sarjana pendidikan yg memiliki kemampuan dibidang non-kependidikan begitu juga tidak menutup kesempatan sajaran non-kependidikan yang ternyata memiliki kemampuan yang lebih dibidang pendidikan daripada sarjana pendidikan
BalasHapuskalau untuk masalah"mengajar itu merupakan transfer ilmu dan orang-orang pendidikan belajar bagaimana cara mentransfer ilmu itu sedangkan non-kependidikan itu tidak mempelajarinya" kita tau bersama kan kak? mengajar itu terkadang bakat, faktanya di daerah kita ada sarjana pendidikan yang belum mampu mentransfer ilmunya kepada muridnya, sedangkan ada juga sarjana non-kependidikan yang tidak pernah mempelajari ilmu-ilmu mengajar tapi mampu mentransfernya, karena terkadang ilmu menjadi guru itu bakat kak :)
begini de memang zaman sekarang siapa cepat dia yg dapat, ya memang dunia kerja adalah dunia persaingan.. memang tidak menutup kemungkinan alumni ekonomi bisa masuk pada perbankan, karena disiplin ilmunya hampir sama , beda dengan pendidikan dengan non pendidikan, itu sudah sangat jelas disiplin ilmunya sangat berbeda jauh walaupun mungkin jurusan yg diambil hampir sama, sekarang kk tanya , apakah ade yg sastra belajar psikologi anak didik juga?? mengajar memang suatu bakat, dan tidak menutup kemungkinan juga yg sarjana pendidikan"gagal mengajar" tapi itu tidak semua sama dengan sastra, maksud kk menulis begini dengan adanya pendidikan yang amburadul di indonesia menghimbau agar sarjana pendidikan itu lebih diutamakan ketika menjadi guru ketimbang non-pendidikan, tu akhir kata2 kk diatas minta ada tes mengajar dan materi-materi tentang pendidikan.
Hapusbukan masalah bisa atau tidak bisa mengajar ataupun hanya mentransfer ilmu, semua org bisa mengelakukannya dik. tapi membuat siswa paham dan mengerti siswa dalam belajarnya juga ada ilmunya. semua sudah ada jalannya masing-masing . jika memang dari awal memang ingin menjadi guru jganah kuliah sastra atau ilmu murninya, ambil yang pendidikan, seperti orang yang ga tau obat-obatan pas kita sakit terus dikasi obat, emang ade mau minum? ga kan, malah bahaya, begitu juga dengan mendidik ... setidaknya yang punya ilmunya didahulukanlah. karena dia paham walaupun tidak menyeluruh.(bagi orang2 tertentu)
yang kk tegaskan disini de, adalah cara mendidik atau mengajarkan ilmunya dengan disiplin ilmu yang dipunya, ..
bukan masalah mengajar adalah suatu bakat. . jika memang sarjana pendidikan tidak bakat mengajar tapi setidaknya dia punya sesuatu yang bisa mengarahkan org lain dengan pemikirannya tentang pendidikan. karena dia punya ilmunya.
saya setuju dengan artikel diatas... dan menurut pengalaman saya... jarang lembaga non kependidikan menerima dengan gelar S.Pd. saya sudah membuktikannya... jadi bingung sekarang mau gimana. kalau dibilang rugi ya gimana , kalau tidak didbilang rugi ya kita yang S.Pd. jelas hal tersebut membuat kita rugi...
BalasHapuspernah ada usulan jangan ada yang buka pendidikan... murnikan aja semuanya.. itu lebih fair..
ini bukan masalah keadilan.. ini juga bukan masalah hak dan kewajiban.. ini masalah konsekwensi... jika kuliah di non kependidikan konsekwensinya ya kerja di selain guru... saya hanya bisa menyimpulkan .. ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI
secara logikanya disiplin ilmunya saja sudah beda. betul saya setuju juga ini masalah konsekwensi... :) begitulah negeri kita
Hapus