Sinetron Dimata Anak-Anak Kita

Dalam perkembangan teknologi informasi yang semakin maju,  sarana hiburan juga semakin maju menyediakan hiburan dan informasi yang bisa kita nikmati setiap saat. Salah satu contoh dari majunya teknologi adalah televisi, karena televisi banyak dimanfaatkan dan digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari muda hingga orang dewasa. Kemampuan audiovisualnya yang membuat unggul televisi dari sarana informasi lainnya seperti koran ataupun radio, maka  tak jarang disetiap rumah memiliki televisi sebagai sarana hiburan mereka. Sangat boleh jadi televisi mejadi kawan akrab anak-anak kita dirumah.

Selain informasi yang disajikan oleh televisi, hiburan yang yang beragam seperti sinetron banyak mewarnai televisi kita Dan banyaknya stasiun televisi yang menayangkan sinetron menyebabkan anak-anak menjadi betah didepan televisi. Terlebih lagi sinetron yang mengambil latar anak sekolahan, identik dengan pacaran, kekerasan, dll banyak dicontoh oleh anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah dasar. Sebut saja murid- murid saya yang masih berada dikelas 1 sampai 3 (karena saya mengajar di kelas 1 sampai 3 SD) seolah-olah mereka bertingkah seperti serigala dan ada yang menggunakan gigi palsu bertaring yang mereka beli di warung untuk bermain vampir dan serigala dikelas. Karena anak-anak adalah seorang imitator yang ulung, mereka menangkap informasi yang mereka dapat ditelevisi apalagi sebuah sinetron yang mereka tonton dengan sangat mudahnya.

Namun sayangnya sinetron lebih banyak membawa dampak negatif dibandingkan positifnya. Sinetron Indonesia (sebagian besar) adalah tontonan yang tidak mendidik dan berpotensi merusak perilaku anak (akhlak). Bermunculan sinetron anak tetapi isi ceritanya bukan menggambarkan jiwa si anak tetapi jiwa orang dewasa, karena banyak menyajikan sifat licik, kekerasan , kenakalan dan kekejian sehingga anak-anak cenderung berperilaku seperti orang dewasa. Sangat disayangkan anak-anak yang masih polos harus menerima informasi yang tidak sesuai dengan umur mereka, dunia anak-anak adalah dunia bermain, tumbuh dan belajar,  karena perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat.

Kegiatan meniru anak-anak ini terjadi karena mereka mempunyai daya kritis yang tinggi terhadap apa yang mereka lihat ditelevisi, mereka akan mencontoh adegan-adegan yang ada didalam sinetron seperti murid saya yang mencontoh gerak-gerik menjadi seorang serigala. Sehingga setiap dikelas selalu bilang “auuuuuuuu” . anak-anak walaupun mempunyai daya kritis yang tinggi mereka belum mampu mencerna apa yang ditangkap oleh daya audio-visual mereka. Mereka juga masih kesulitan dalam memilah-milah informasi dan perilaku yang pantas mereka ambil dan sesuai dengan kepribadian mereka.

Menurut teori Aswald Krohn , usia 8-10 tahun anak-anak masuk kedalam periode realisme naif. Pada periode ini mereka sudah mengetahui bagian-bagiannya tapi belum paham untuk menghubungakan satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak-anak sangat rawan jika menonton televisi sendirian dan tidak diawasi oleh orang dewasa. Dampak lain dari televisi adalah anak menjadi dewasa sebelum waktunya, mereka menjadi matang seksualnya lebih cepat. Karena rasa ingin tahu mereka lebih tinggi mereka akan meniru apa yang mereka lihat dan dengar. Oleh karena itu sebagai orang tua sekaligus orang dewasa harus mendampingi anak-anak ketika menonton televisi dan selektif dalam memilih tontonan demi kebaikan anak-anak kita, kalau bisa batasi juga setegas mungkin untuk menonton sinetron seperti artikel yang pernah saya baca bahwa anak Indonesia bukan anak sinetron. Tanpa arahan kita anak-anak tidak akan pernah paham tontonan yang baik dan tidak untuk ditonton untuk kebutuhan mereka. Lebih baik kita bercerita bersama keluarga, berbagi cerita berharga tentang aktivitas yang telah dilakukan seharian. Karena sesibuk apapun kita bekerja jangan sampai anak kita berteman akrab dengan televisi.

Samarinda, 1 Desember 2014

Oleh Erika hime~

# late post#